Antara Buronan dan Polisi Cantik

polisi wanita di Amerika (ilustrasi Shutterstock)

SEBULAN lalu, seorang sahabat di Baubau, Buton, Sulawesi Tenggara, tewas akibat bacokan seorang preman tak dikenal. Seluruh warga kota tiba-tiba panik dan ketakutan untuk keluar rumah di malam hari. Belakangan ini, konflik antar geng menjadikan kota kecil kami menjadi amat menakutkan. Di kota kami, modus penyelesaian masalah seringkali dnegan cara saling menebas. Maka balas dendam laksana lingkaran yang terus berlanjut, tak berkesudahan. 

Seluruh warga berharap pada polisi, namun entah kenapa, polisi seakan-akan diam saja. Padahal semua orang ketakutan. Polisi hanya memberikan pernyataan pada media massa bahwa pelakunya akan ditemukan dan ditangkap. Di luar itu, tak ada upaya untuk mengatasi ketakutan dan trauma warga. Polisi hanya menunggu keajaiban, kalau-kalau sang pelaku didera rasa bersalah lalu menyerahan diri. Mungkin ada orang yang tiba-tiba mengaku salah dan rela divonis hingga 20 tahun penjara? Apa yang harus dilakukan warga selain ketakutan di rumah? 

Saya beruntung karena tidak sedang di Baubau, melainkan di kota kecil Athens, Ohio. Di sini, angka kriminalitas terbilang sangat kecil. Namun, selama beberapa hari ini, Athens dicekam ketakutan yang amat sangat. Seorang buronan, perampok bank, dikabarkan lepas dan berkeliaran di beberapa tempat. Ia dikhawatirkan akan menembak siapapun ketika penyakit panik menderanya. Warga ketakutan dan menutup pintu rumah di malam hari. 

Dalam keadaan seperti ini, pemerintah dan pihak kepolisian Athens lalu bergerak. Selain ada tim yang bertugas mengejar sang buronan, polisi juga menelepon seluruh warga kota dan memberi peringatan agar tidak berkelaran di areal tertentu. Jangan tanya dari mana polisi mengetahui nomor telepon semua warga, sebab seluruh nomor itu terregistrasi dalam catatan kepolisian dan pemerintah. 

foto buronan ini disebar di mana-mana
Sebagai warga asing di sini, telepon saya dihubungi hingga beberapa kali dalam semalam. Polisi menyampaikan pengumuman melalui mesin otomatis kalau ada buronan berkeliaran dan saya diminta hati-hati dan sebaiknya tidak keluar rumah. Tak hanya itu, mahasiswa di Athens, serta seluruh warga mendapatkan email dari pohak pemerintah dan kepolisian yang menginformasikan tentang buronan ini. Semua diminta waspada dan hati-hati kalau buronan itu bisa menyakiti warga. 

Bagi saya, ada dua respon berbeda atas kejadian yang sama-sama mencekam. Di Baubau, polisi tidak peduli dengan kepanikan publik atas peristiwa kriminal yang bisa mencekam setiap saat. Polisi –sebagai salah satu tangan-tangan negara—hanya fokus pada menangkap penjahat (ini masih asumsi kalau polisi benar bekerja). Sementara di sisi lain mereka tidak melakukan upaya-upaya untuk menyelesaikan ketakutan warga, mengobati segaa trauma dan kepanikan, serta memberikan terapi agar warga bisa segera melepaskan trauma sosial itu dan focus mengurusi ranah kegiatan masng-masing. 

Sementara di Athens, polisi benar-benar bekerja untuk mengatasi kepanikan warga, menjadi terapis yang rajin memberikan informasi agar warga tidak panik dan siap siaga menghadapi segala kemungkinan yang bisa terjadi. Mereka bukan hanya penangkap buronan, tapi juga pihak yang memberikan kekuatan bagi seluruh warga.


Terhadap dua kejadian ini, saya selalu bertanya-tanya dalam hati, sebenarnya, pada saat apakah negara hadir dalam diri kita? Kapankah kita merasakan kehadiran negara dengan segala aparat-aparatnya?

Bagi saya, negara tidak hadir dalam diri setiap pegawai negeri di gedung-gedung pemerintahan yang saban hari bermalas-malasan dan menunggu gaji turun. Negara tidaklah berwujud tangan-tangan kekar yang memiliki kuasa dan pengaruh untuk mengatur warga, serta sesekali menjerumuskan warga ke dalam penjara hanya karena mencuri sandal atau sebutir kakao. Negara tidaklah hadir dalam wajah sejumlah pejabat yang selalu ingin disanjung dalam banyak kesempatan, lalu menilep uang rakyat. 

polisi-polisi cantik di Indonesia.
apakah negara hadir bersama wajah lembut mereka?

Bagi saya, negara adalah tangan-tangan lembut yang melindungi warga, mengatasi segala ketakutan, dan memberikan harapan bahwa segala masalah yang mendera akan segera teratasi. Negara punya fungsi untuk melindungi warga, menangkap siapapun yang menyakiti warga, serta memulihkan rasa percaya diri dan optimisme warga bahwa apapun masalah akan selalu bisa terselesaikan, sepanjang semuanya bisa bergenggam tangan dan saling melindungi. 

Apa yang saya lihat di Athens ini adalah keping pengalaman yang menyimpan butiran hikmah tentang tangan lembut negara yang mestinya bekerja di Baubau. Belakangan ini, saya sering membaca informasi tentang banyaknya polisi dan aparat cantik di Indonesia. Entah apakah ini demi mendatangkan rasa aman dan nyaman bagi warga, ataukah untuk keperluan pencitraan dan strategi merebut perhatian konsumen.

Saya cuma berharap agar warga Baubau tidak terus dicekam kepanikan karena sesuatu yang setiap saat bisa mendera. Semoga negara –melalui aparat-aparatnya—bisa efektif bekerja dan menguatkan semua warga. Tentu saja, saya merindukan tangan lembut negara di kota kecil itu. Tangan-tangan lembut yang menenangkan warga. Bukannya sosok wanita cantik yang enak dipandang, tanpa melakukan apapun untuk melindungi warga kota.(*) 



Athens, 31 Januari 2012 
Saat merindukan Ara yang lagi di Baubau

0 komentar:

Posting Komentar