Kisah Aktivis Petani di Amerika

produk lokal di Athens

PRIA itu bernama Tom. Wajahnya dihiasi cambang lebat yang mulai dipenuhi uban. Ia nampak berumur. Siang itu, ia sengaja datang dan duduk di tengah-tengah bar Casa Nueva di Court Street, Athens, Ohio. Bersama rekannya yang juga hadir dengan jenggot lebat, ia mendiskusikan tentang pertanian organik serta upaya meningkatkan nasib petani di Amerika Serikat (AS).

Ia memang berapi-api saat membahas petani. Matanya seakan menyala pertanda dirinya menggemari topik tersebut. Maklumlah, lebih 20 tahun hidupnya dihabiskan untuk mengadvokasi para petani dan mengampanyekan produk lokal melalui lembaga Ohio Foodshed. Ia memang tidak muda lagi. Tapi tidak dengan semangatnya. Bersama rekan-rekannya, ia menjadi harapan bersemi bagi petani lokal di Ohio dan sekitarnya.

Kurang lebih 20 tahun silam, ia lulus dari Ohio University (OU). Namun ia lebih memilih bekerja dengan petani. Katanya, kuliahnya di bidang sains tidak begitu diminatinya. Ia jauh lebih menikmati upaya mengorganisir petani, memperkaya pengetahuan dengan belajar bersama komunitas, hingga memecahkan masalah-masalah yang dihadapi masyarakat lokal. Kedengarannya sangat heroik. Tapi ia menganggap itu sebagai pilihan hidupnya.

bersama Tom di Casa

Hari ini, saya datang menemuinya bersama sahabat Iqra Anugrah dan Rashmi Sharma. Kami sama-sama tidak mau terjebak dengan rutinitas akademik sehingga menjalin pertemanan dengan banyak pihak. Kami datang setelah membaca undangan untuk berdiskusi tentang pertanian dan gerakan mempromosikan makanan lokal (local food movement). Saya tak begitu tertarik dengan pertanian. Namun saya sangat tertarik dengan dinamika manusia-manusia di balik ranah tersebut. Dinamika yang membuat mereka bertahan hidup, berbuat sesuatu bagi masyarakatnya, serta daya tahan menghadapi kebijakan yang tak mendukung mereka.

Saya memang cukup dekat dengan beberapa petani. Saya mengenal Jeff, seorang petani labu (pumpkin) yang selalu bersedia untuk tukar pikiran tentang dunianya. Belakangan, saya juga mengenal beberapa orang aktivis petani yang rajin mempromosikan produk lokal. Salah satu di antaranya adalah Tom. Persahabatan dengan mereka telah membuat saya menilai Amerika dari perspektif berbeda, yang sering dilihat salah kaprah oleh kita yang berumah di luar negara ini.

Tak banyak yang tahu kalau Amerika Serikat (AS) bukan sekadar negara industri maju. Imajiku tentang negeri ini adalah mesin-mesin industri modern dengan teknologi canggih serta mesin peperangan. Tapi setelah berumah di Athens, aku mengambil kesimpulan kalau negeri ini sesungguhnya adalah negeri pertanian di mana warganya menggantungkan hidupnya pada tanah subur yang menumbuhkan tanaman untuk kemudian dikonsumsi dan dinikmati banyak orang.

Tom berkisah kalau dirinya kerap berinteraksi dengan orang-orang Amish, kelompok religious yang hingga kini masih mempertahankan pertanian tradisional. Katanya, populasi Amish yang terbesar di AS dalah di Ohio. Inilah sebab mengapa ia sering berinteraksi dengan mereka. Orang Amish menolak penggunaan listrik dalam kehidupan sehari-hari, dan tetap setia dengan mekanisme pertanian tradisional. Tom membantu warga Amish -yang rata-rata adalah petani– untuk mempromosikan produk mereka sehingga bisa terserap oleh pasar.

Tom menjelaskan dinamika gerakan mempromosikan makanan lokal. Ternyata, para petani di AS juga berhadapan dengan kepungan globalisasi serta tekanan industrialisasi dalam hal makanan. Kata Tom, kebanyakan produk pertanian yang beredar di pasaran adalah produk impor yang sesungguhnya sangat jauh dari standar kesehatan. Produk tersebut membanjiri pasar sehingga mengancam penghasilan para petani lokal. Inilah sebab mengapa ia dan rekan-rekannya lalu berinsipatif membuat gerakan sosial.

salah satu pelatihan bagi petani
kampanye produk lokal

“Apakah kamu tahu bahwa makanan yang setiap hari kamu beli di toko dan pasar itu justru tidak sehat?” tanyanya. Saya lalu mengangguk. Ia semakin bersemangat menjelaskan mengapa produk lokal sangat penting. Ia menjelaskan pengalamannya mengorganisir petani, membuat program yang mempertemukan mereka dengan para pembeli (buyer), hingga membuat daftar toko yang menjadi rekanan dan menjual produk lokal dari para petani. Di antara daftar yang menjadi rekanannya, terdapat nama Kroger, pusat belanja produk sehari-hari yang amat kondang di Ohio.

Cara kerjanya adalah membangun sebuah lingkaran saling ketergantungan antara petani atau pekebun dengan masyarakat lokal. Hasil perkebunan lalu dipasok ke semua restoran, selanjutnya ampas yang telah digunakan kembali ke petani untuk diolah menjadi pupuk organik. Demikianlah mata rantai yang dibangun. Seorang teman memberitahu kalau kafe yang sering kami singgahi yakni Donkey juga membangun jaringan (network) dengan para petani kopi. Petani memasok kopi, selanjutnya ampas kopi akan dikembalikan ke petani sebagai pupuk. Bukankah ini simbiosis mutualistik yang sangat apik?

Menurut Tom, kemitraan atau jaringan hanyalah satu aspek dari gerakan yang mereka bangun. Gerakan yang memiliki moto Local Food for Local People itu memiliki beberapa program yakni mempertemukan pekebun atau petani dengan produsen, pasar petani (farmers market), lelang produk, relasi dengan restoran, community gardens, toko-toko yang menjajakan produk, rumah hijau (greenhouse), pengorganisasian, komunitas masyaakat yang menopang pertanian (dalam bahasa kerennya Community Supported Agriculture).

Yang membuat saya tercengang adalah saat ia mempresentasikan apa yang dilakukannya untuk mempromosikan pasar lokal. Ia menunjukkan data yang dihimpun dengan sangat detail, termasuk statistik kunjungan ke pasar tersebut. Ia bisa menghitung sejauh mana dampak kegiatan yang telah mereka lakukan, termasuk rekomendasi apa saja yang akan dikerjakan. Saya mengagumi cara kerja yang sedemikian teliti dan mencengangkan tersebut. Mungkin cara kerja ini bisa diterapkan oleh gerakan sosial di tempat lain demi menguatkan basis data serta bekerja dengan lebih terukur dan professional.

Hari ini, saya belajar banyak dari Tom. Semoga ia tak lelah untuk membukakan pengetahuannya yang luas tentang dunia yang sedang digelutinya. Semoga ia bisa menjadi inspirasi banyak orang, termasuk para petani di Indonesia.(*)


Athens, Ohio, 21 Desember 2011

0 komentar:

Posting Komentar