Dua Sahabat yang Mati Muda


KEMARIN, dalam sehari saya mendengar dua berita duka. Dua sahabat yang masih berusia muda meninggal dunia dengan alasan berbeda. Yang satu meninggal di Baubau karena ditebas oleh seseorang yang tak dikenal. Satu lagi meninggal karena sakit di Makassar.

Saya tidak begitu mengenal sahabat yang meninggal di Baubau. Tapi saya pernah mewawancarainya secara intens saat sedang menyusun karya ilmiah. Usianya tidak jauh berbeda dengan saya. Saya sedih saja mendengar bahwa ia meninggal karena ditikam seorang preman yang sama sekali tak dikenalnya. Pertanyaannya, mengapa harus ada yang tewas karena tindakan sekejam itu? Mengaa harus dirinya? Ah.., maut memang sering tak punya alasan ketika menjemput seseorang. Ia bisa saja menjemput seseorang di tempat tidur, atau di tepi jalan sekalipun. Dan kita manusia tak punya alasan untuk menampik. Itulah tragik yang dialami seorang sahabat di Baubau.

Satu lagi adalah sahabat di Makassar. Ia bekerja pada sebuah stasiun televisi lokal. Ia wartawan yang tangguh dan sering menembus medan-medan berat demi sebuah liputan. Saya dan dia satu angkatan saat belajar di Universitas Hasanuddin (Unhas). Saya cukup mengenalnya karena pernah melewati sekian tahun bersama-sama.

Sahabat ini memang pendiam. Namun ketika mengenalnya dengan akrab, ia adalah sahabat yang selalu ceria. Saya juga mengenal baik istrinya, yang dahulu pernah menjadi mahasiswa saya. Ia juga punya seorang anak yang masih berusia balita. Saya bisa membayangkan bagaimana perasaan istri dan anaknya.

Kehidupan memamg punya syair dan logikanya sendiri-sendiri. Hari ini kita bisa bersama seseorang dan tertawa bersama saat menjalani hari, keesokan harinya episode dan judul syair bisa berubah. Bumi hanyalah pijakan sementara, yang untuk selanjutnya semua orang akan bergerak menuju keabadian. Dalam usia yang amat singkat ini, kita seringkali ditanya apa yang sudah dilakukan buat orang-orang di sekitar kita?

Pertanyaan ini memang amat ambisius. Namun jawabannya juga sederhana. Kita hanya berefleksi dalam dri kita yakni seberapa banyak kita melakukan hal yang positif bagi sedikit orang. Minimal bisa menyisakan kenangan indah bahwa saat berpijak di muka bumi ini kehadiran kita tidak sedang membawa bencana bagi semesta. Minimal kita menikuti garis dan ketentuan semesta. Minimal kita menjadi bagian dari daur kehidupan yang terus menyempurna dan mencari bentuk terbaiknya. Minimal kita sedang belajar untuk menjadi yang terbaik, tak peduli seberapa terjalnya jalan menuju ke titik ideal tersebut.

Kehidupan ibarat dua sisi yang amat kontras. Hari ini kita sedih, esok bisa tertawa. Kemarin bisa gembira, hari ini bisa sedih saat mengingat segala jejak yang telah diwariskan. Dalam sunyi mencekam saat mengenang sahabat itu, saya tiba-tiba saja teringat kalimat seorang sahabat yang arif. “Wahai manusia. Ketika dirimu lahir, semua orang tertawa bahagia, dan dirimu yang menangis seorang diri. Maka berusahalah semampumu, sehingga ketika dirimu berpulang, semua orang menangisimu, dan dirimu seorang diri yang tertawa bahagia.”



Athens, Ohio, 31 Desember 2011
Saat baru bangun pagi

2 komentar:

Anugerah (ugha) mengatakan...

Saya sahabat istri sahabat K' Yusran yg meninggal :)
Melihatnya menangispun mengenang suaminya rasanya perih. Semoga sang sahabat diberi kekuatan menjalani semuanya. Amin...

Yusran Darmawan mengatakan...

saya juga sedih. yang meninggal adalah sahabatku. istri yang meninggal adalah mahasiswaku.

Posting Komentar