Silat Harimau Gemparkan Pittsburgh

dua pesilat sedang beraksi di Pittsburgh

LELAKI itu menunduk lalu menyapukan kaki dan membentuk kuda-kuda. Tangannya mengembang dan membentuk gerak seolah harimau yang hendak menerkam. Matanya menatap lurus ke depan sembari mengirimkan sinyal penuh kemarahan. Lelaki di hadapannya juga menatap lurus sembari mengepalkan tangan lalu membukanya seolah sedang mencakar. Sayup-sayup terdengar suara saluang, musik suling khas Sumatera Barat, mengalun lirih dan memberikan kesan mistis.

Di atas panggung itu, keduanya sedang menguji kelelakian. Ditingkahi gendang yang bertalu-talu, keduanya saling terjang dan saling pukul. Keduanya menampilkan  gerakan yang penuh energi dan mematikan. Keduanya saling serang dan mengincar titik-titik terlemah di tubuh lawannya. Saya bergidik. Di panggung itu, keduanya seolah bermetamorfosis menjadi harimau yang saling cakar. Namun mereka tak pernah saling melukai. Mereka saling menguji sampai sejauh mana batas kemampuan bertarung masing-masing. Di situ tak ada kalah menang. Yang ada adalah apresiasi atas gerak serta kemampuan melihat celah dari jurus yang mengalir deras laksana topan di samudera.

Mereka adalah para pendekar silat yang mengasah diri di Amerika Serikat (AS). Mereka tampil bersama dalam rangkaian acara Indo Cultural Day yang diadakan di Pittsburgh, Pennsylvania, Minggu (9/10) lalu. Jangan terkejut. Mereka bukanlah warga Indonesia. Beberapa di antaranya adalah warga asli Amerika yang belajar silat dan mempraktikkan bela diri itu sehingga terpilih sebagai atlet silat Amerika. Dalam acara tersebut, mereka ikut meramaikan pagelaran acara parade budaya Indonesia, bersama sejumlah penari Bali, reog Ponorogo, serta medley lagu-lagu Nusantara.

Saya mengunjungi acara tersebut bersama rombongan dari Persatuan Mahasiswa Indonesia-Amerika Serikat (Permias) Athens yang dikomandani sang presiden Yazid Sururi, serta didamping sejumlah kakak senior, di antaranya Dyah Arin Hening, yang terdaftar sebagai mahasiswa program doktor di Ohio University.

Kami menjadi saksi dari penetapan Indo Cultural Day sebagai festival tahunan bagi warga Pitsburgh. Penetapan ini disambut dengan applaus meriah, dan menumbuhkan harapan bahwa kegiatan Indonesia akan mendapat tempat di hati warga Pittsburgh. Menurut pejabat yang mewakili Walikota Pittsburgh, penetapan ini didasari kenyataan kian banyaknya warga Indonesia di Pittsburgh, khususnya yang menikah dengan warga setempat. Ia senang karena banyaknya kebudayaan mancanegara itu kian mengukuhkan posisi kota Pittsburgh sebagai kota multikultural yang dicirikan pergaulan lintas negara.

Pittsburgh adalah kota kedua terbesar di negara bagian Pennsylvania. Kota ini amat indah sebab dialiri sungai Ohio dan bebukitan Appalachia. Dahulu, kota ini terkenal dengan industri baja yang hingga kini masih mudah ditemukan jejaknya. Inilah sebab mengapa kota ini sering disebut The Steel City alias kota baja. Selain itu, banyaknya jembatan baja juga makin menguatkan julukan kota ini sebagai “The City of Bridge” atau kota jembatan. Kini amat kondang sebagai pusat pengembangan robotik, kota pendidikan, serta pelayanan kesehatan yang baik. Meski demikian, semua jejak masa silam seperti baja dan jembatan masih tersimpan rapi dan menjadi obyek wisata.

Dikarenakan posisinya yang penting, sejak dulu, kota ini telah menjadi destinasi banyak pihak. Menurut informasi panitia, populasi warga Indonesia di Pittsburgh cukup besar. Meski tak sebanyak New York, namun mereka cukup solid dan sering bertemu untuk kegiatan kebudayaan. Yang menarik, di Pittsburgh ada komunitas gamelan, yang anggotanya adalah anak-anak serta remaja Indonesia. Mereka melestarikan musik tersebut dan sering memainkannya pada momen tertentu, termasuk di acara Indo Cultural Day.

kota Pittsburgh di malam hari

Nah, di antara semua acara yang ditampilkan, silat menjadi menu acara yang paling digemari. Selama pertunjukan tersebut, tak satupun yang beranjak dari kursi. Semua penonton menunjukkan ekspresi tegang serta khawatir kalau-kalau darah akan muncrat di panggung. Saya melihat banyak warga Amerika Serikat (AS) yang mendekat ke panggung. Semua penasaran menyaksikan bela diri dari sebuah negeri yang jauh namun memiliki karakteristik yang khas.

Silat yang ditampilkan adalah silat harimau, yang kondang di seantero Sumatra. Para pesilat mengenakan pakaian merah dengan ikat kepala khas Sumatra, kemudian gerakannya juga meniru harimau. Makanya, sesekali mereka menunduk dengan posisi tangan seolah sedang mencakar.

Michael, salah seorang warga Pittsburgh, mengaku terkesima dengan atraksi tersebut. Mulanya ia mengira beladiri yang ditampilkan adalah kungfu sebab berasal dari Asia. Apalagi, poster acara tersebut terpampang di beberapa sudut kota. Setelah mengetahui bahwa beladiri yang akan ditampilkan bukan kungfu, ia makin penasaran. “Sungguh menakjubkan. Saya kagum dengan gerak serta jurus mematikan dari beladiri itu. Seni beladiri ini telah menggemparkan Pittsburgh.“


Populer di Amerika

Menurut informasi dari panitia, kelompok yang memperagakan seni beladiri ini adalah Padepokan Silat Al Azhar, yang bermarkas di Washington. Padepokan ini berdiri sejak tahun 1970 di Masjid Al Azhar oleh Muhammad Sufiyono dan Djauharul Abidin Bakir. Nama Al Azhar sendiri diperkenalkan oleh ulama legendaris Buya Hamka. Selanjutnya, Muhammad Sufiyono lalu memopulerkan silat hingga membuka cabang di banyak negara seperti Amerika Serikat (AS), Australia, Jerman, dan Afrika Selatan.

numpang narsis

Di Washington, padepokan ini telah melahirkan beberapa pesilat yang kemudian sering mewakili Amerika Serikat (AS) pada beberapa kejuaraan dunia pencak silat. Salah seorang di antaranya adalah Abdul Malik Ahmad. Kebetulan, kemarin, Abdul Malik Ahmad sempat mengunjungi Pittsburgh bersama beberapa anak asuhnya. Ia beberapa kali mewakili AS, dan kini berprofesi sebagai pelatih. Pria berusia 35 tahun ini mengenal pencak silat sejak usia 15 tahun. Ia diperkenalkan dengan bela diri ini saat berada di masjid di Washington. Setelah coba menjalani, ia langsung jatuh cinta dan memutuskan untuk menjadi pesilat. Mengapa tertarik dengan pencak silat? “Sebab silat memandu kita pada banyak hal. Ada sisi olahraga, namun ada juga sisi spiritual. Silat juga punya banyak senjata. Anda tak akan pernah bosan belajar silat. Selalu ada hal yang baru di situ.”

Malik sangat senang jika suatu saat diundang warga Indonesia untuk menampilkan silat. Ia sempat terkejut saat diberitahu kalau seorang mahasiswa Indonesia bernama Anni di Athens, Ohio, juga mendalami silat dan tengah menyempurnakan jurus-jurus terbarunya. “Mudah-mudahan saya bisa diundang ke Athens, Ohio, dan saling mengadu silat dengan Anni,” katanya.

Saya menyenangi dialog dengan pesilat ini. Ia menunjukkan sisi-sisi lain yang eksotis dari kebudayaan Indonesia. Padahal, banyak di antara para pesilat ini yang bukan warga Indonesia. Mereka melestarikan budaya, mengisinya dengan napas baru, dan mengayakannya sehingga adaptif menembus ruang-ruang baru.

Belum sempat kami saling mengucapkan perpisahan, tiba-tiba di atas panggung terdengar suara keras. Seorang pesilat bersalto sambil melakukan gerak pukul mematikan. Pesilat lainnya menyambut dengan golok terhunus. Saya mendengar bunyi crash! Saya tersentak dan maju ke depan demi melihat dari jarak dekat. Wuihh! Saya sempat ketakutan.(*)


Athens, Ohio, 11 Oktober 2011

0 komentar:

Posting Komentar