Saat Pocong Menyerbu Amerika

pocong di Amerika
WARGA Amerika tak lama lagi merayakan Halloween. Tepat 31 Oktober mendatang, Halloween akan diperingati dengan segala hal yang menyeramkan. Saya melihat di banyak rumah, tersedia labu kuning besar di depan pintu. Kata seorang sahabat, labu itu nanti akan dibentuk hingga mirip wajah yang menyeramkan. Selain labu, apel merah juga identik dengan horor. Pada hari Halloween, konon semua yang mati akan bangkit dan menebar horor buat mereka yang hidup.

Di berbagai pusat perbelanjaan di Athens, Ohio, nuansanya jadi horor. Di mana-mana ada tengkorak, mayat, atau drakula. Di beberapa tempat, sempat pula kulihat pocong bergelantungan. Saya terheran-heran dengan fakta betapa jauhnya pocong berkeliaran hingga Amerika Serikat. Saya juga sempat berpikir bahwa nampaknya, Halloween sudah menjadi bagian dari komodifikasi. Halloween sudah menjadi merek dagang yang dijual setiap tahun. Penjualan barang-barang menyeramkan itu adalah bagian dari siasat kaum kapitalis yang menciptaan beragam event demi menarik duit tersisa dari dompet kita. Maka Halloween jadi kehilangan sakral. Saya sama sekali tak takut. Pertanyaannya, mengapa harus ada Halloween?

Konon, kisahnya dimulai dari festival Pomona pada masa Kekaisaran Roma. Pomona adalah dewi benih dan buah-buahan. Kisah Pomona mengingatkan pada legenda Demeter dan Persephone (dewi kesuburan) dalam mitologi Yunani Kuno. Ada juga yang menyebutnya dimulai dari Festival Kematian yang disebut Parentalia. Festival ini berhubungan dengan Festival Samhain yang diadakan bangsa Celtic di Inggris Raya. Festival ini juga dirayakan bangsa Irish di Irlandia sebagai pertanda berakhirnya musim panas, dan datangnya musim gugur, kemudian musim dingin.



mana yang setan nih?

Sebagaimana kata antropolog Victor Turner, manusia memang butuh ritual untuk merayakan sesuatu. Bahkan kita manusia modern pun kerap mencomot beberapa dongeng masa silam demi memberi label pada festival di masa kini. Penghormatan pada dewi buah-buahan –yang telah memberi buah di musim panas—tiba-tiba diangkaikan dengan bangkitnya arwah-arwah. Saya tak mengerti di mana kaitannya. Tapi dalam mitologi Yunani, Dewi Persephone (sebagai putri Demeter, sang Dewi Kesuburan), justru tinggal di bawah tanah, bersama suaminya Hades, sang penguasa alam arwah. Mungkinkah Halloween adalah perayaan atas Persephone yang menumbuhkan buah, namun kemudian tampil angker sebab di sisinya ada Hades sang penguasa alam arwah?



Entahlah. Saya hanya menduga-duga. Saya sendiri belum pernah menyaksikannya. Saya hanya menyaksikan kemeriahan jelang Halloween. Saya hanya bisa mencatat bahwa ini bukan sekadar pesta tentang para arwah. Tapi juga tentang pesta buah, kostum, serta kejutan-kejutan menyeramkan. Mungkin ini sebab mengapa begitu banyak barang dijual terkait Halloween. Mulai dari nisan, tengkorak, drakula, tangan putus, hingga aneka mainan menakutkan.

Entah apakah warga Amerika takut atau tidak dengan pesta seram ini. Tapi setidaknya mereka mulai siap-siap menguras isi kantong yang kian menipis. Mereka mesti siap mengeluarkan duit demi pesta sera mini. Saya? Kayaknya saya tak mau ikut-ikutan takut. Mending saya duduk di kamar sambil berzikir dan baca ayat kursi. Toh, setan itu akan meledak saat kulantunkan ayat kursi. Benarkah?


Athens, Ohio, 1 Oktober 2011





1 komentar:

sarungtenun mengatakan...

hehehe menarik juga kisah halloween ini :D
nice share mas Yus.

Posting Komentar