Upacara Proklamasi, Lagu Presiden, dan Polwan Cantik



TADINYA saya menganggap bahwa upacara detik-detik proklamasi adalah milik semua rakyat Indonesia. Tadinya saya menganggap bahwa siapapun berhak untuk menyaksikan upacara ini, bisa melihat langsung presidennya, serta menyaksikan betapa sakralnya acara tersebut. Ternyata saya kecele. Upacara ini hanya milik para pejabat tinggi. Upacara ini hanya untuk kalangan tertentu. Sementara rakyat kecil, hanya bisa menyaksikan dari kejauhan. Itupun tidak bisa melihat langsung sebab terhalangi panggung dadakan yang dibangun untuk para penyanyi aubade.

Kemarin, saya penasaran untuk menyaksikan langsung upacara ini.  Saya ingin menyalakan kembali nasionalisme yang selama skeian tahun mulai terkikis. Pukul 07.00 WIB, saya sudah menuju istana negara. Setiba di sana, penjagaannya sangat ketat. Setiap yang mendekat akan diawasi-awasi oleh polisi atau tentara. Bahkan di lokasi upacara, semua yang masuk harus melewati metal detector. Mungkin ini prosedur standar sebab mengingat yang hadir adalah presiden dan pejabat negara. Tapi prosedur itu menyebabkan saya dan rakyat lain yang sengaja datang tidak bisa mendekat. 



Terpaksa, saya hanya menyaksikan upacara itu dari kejauhan, dari lapangan Monas. Saya cukup beruntung karena sempat menyaksikan banyak prajurit yang stand by di tempat itu, sebelum akhirnya menuju halaman istana. Saya melihat prajurit dari tiga angkatan dan kepolisian. Sempat pula saya berpose di depan senjata-senjata berat seperti senapan serbu ataupun tank. Teman saya sangat antusias menyaksikan semua senjata itu. Ia menyempatkan diri untuk berfoto di depan meriam besar.

Di antara prajurit itu, saya senang menyaksikan para prajurit wanita baik itu polwan, kowad (angkatan darat), kowal (angkatan laut), serta kowari (angkatan udara). Mereka nampak cantik-cantik serta modis. Mungkin paradigm perekrutan prajurit perempuan sudah berubah. Dulu, yang direkrut adalah yang garang dan agak laki-laki, sekarang yang direkrut adalah yang cantik-cantik sehingga memberi kesan positif bagi militer.

Yang menarik, jelang memasuki halaman istana, anggota Kowal (angkatan laut) menyanyikan beberapa lagu serta meneriakkan yel-yel. Kalimatnya lucu-lucu. Misalnya yang paling seksi di sini adalah Kowal. Yang lain jelek-jelek. Mendengar teriakan itu, Polwan tak mau kalah. Mereka juga menyanyi sambil berjoged. Demikian pula dengan Kowara (angkatan udara), dan kowad (angkatan darat).  Rupanya, setiap tahun mereka kerap menampilkan yel-yel demi membuat suasana semarak.

Pukul 10.00 WIB, upacara dimulai. Saya menunggu di Monas untuk menyaksikan 17 dentuman meriam. Suaranya berdentum dan memekakkan telinga. Usai meriam berdentum, saya lalu ke depan istana. Di sana ada pengibaran bendera serta pembacaan naskah Proklamasi. Setelah itu aubade lalu menyanyikan beberapa lagu perjuangan. Suasananya sacral dan bikin merinding. Sayangnya, saat saya tiba di situ, tiba-tiba terdengar lagu ciptaan Presiden SBY dinyanyikan seorang anak yang diiringi paduan suara. Saya langsung kehilangan minat dan memutuskan untuk angkat kaki dari tempat itu. Jauh-jauh dari kampong, tiba-tiba diperdengarkan lagu ciptaan presiden. Apa gak ada lagu lain?

Saya lalu pulang dengan sedikit kesal. Saya membayangkan ceceran darah para pejuang yang menegakkan kalimat merdeka. Tiba-tiba para penerusnya hari inisempat-sempatnya memanfaatkan momen hari proklamasi demi memperdengarkan lagu ciptaan sendiri. Ini memang negeri yang aneh. Untunglah, saya sedikit terhibur berkat seulas senyum dari seorang polwan cantik yang sempat saya potret. Makasih mbak polwan!


0 komentar:

Posting Komentar