Bersiaplah! Artis Porno Segera Memasuki Rumah Kita

Paradoks Industri Film di Tanah Air


pemandangan di bioskop senen, jakarta

DI depan satu bioskop di kawasan Senen, Jakarta, terpampang poster besar film berjudul Suster Keramas 2. Tertera nama Sora Aoi, artis asal negeri sakura. Posenya biasa saja. Ia duduk di atas kursi roda yang dengan pakaian putih. Ekespresinya datar dengan wajah yang pucat. Beberapa remaja berkerumun di depan poster itu. Mereka berbisik-bisik dengan suara yang agak dikeraskan. Aku bisa mendengar dengan jelas apa yang tengah mereka perbincangkan. Mereka membahas artis Sora Aoi sebagai salah satu bintang porno terlaris di Jepang bersama Maria Ozawa alias Miyabi. Salah seorang dari mereka berkata, "Gue udah lihat penampilannya di film porno. Wow.. seru banget!"

Tak jauh dari poster tersebut, aku juga menyaksikan poster besar lainnya. kali ini sebuah film horor berjudul Pocong Mati Goyang Pinggul. Meskipun horor, namun gambarnya adalah gadis cantik berambut pirang dengan tubuh tinggi. Senyumnya menggoda. Yang mengejutkan karena beberapa remaja juga berkerumun di situ sambil membahas pemain film tersebut yang ternyata adalah bintang porno asal Amerika Serikat (AS). Namanya Sasha Grey. Aku tak tahu siapa Sasha Grey. Tapi anak muda di situ fasih menjelaskan siapa Grey lengkap dengan judul film yang dibintanginya.

Di era yang disebut sebagai era kebangkitan perfilman nasional, pasar film kita dibanjiri bintang porno dunia. Sora Aoi dan Sasha Grey bukanlah yang pertama. Sebelumnya sudah ada beberapa nama seperti Rin Sakuragi (Suster Keramas), Tera Patrick (Rintihan Kuntilanak Perawan), hingga Miyabi alias Maria Ozawa (Menculik Miyabi). 

Dari berbagai pemberitaan yang berseliweran di dunia maya, Sora Aoi dan Sasha Grey tampak seolah tak peduli dengan kritik atau hujatan banyak orang sekalipun. Reaksi publik juga datar-datar saja. Bahkan ada yang dengan enteng menyebutkan bahwa film itu sudah lolos dari LSF (Lembaga Sensor Film). Atau malah cuek berbicara pragmatis soal pangsa pasar, dengan mengklaim film terkait malah sudah diminta tayang oleh banyak orang-orang termasuk di kawasan Asia. 

Kehadiran mereka akan meramaikan persaingan dengan sejumlah artis local yang identik dengan sensualitas. Kini, Dewi Perssik dan Julia Perez  tidak bisa sesumbar lagi sebagai artis yang membuat para pria kesulitan menelan menelan ludah.  Menurut informasi di dunia maya, terdapat banyak artis porno lainnya yang sedang antri untuk melebarkan sayap ke negeri ini. Lantas, fenomena ini menjelaskan apa?

Pertama, kehadiran bintang porno itu adalah sebuah paradoks bagi bangsa ini. Sekian puluh tahun kita selalu dijejali dengan retorika sebagai negeri yang menjunjung tinggi nilai serta mengajarkannya dalam semua level pendidikan nasional, ternyata di abad kekinian bangsa kita justru permisif pada kedatangan bintang film porno. Sebagai bangsa yang berbudaya, kita mesti menata ulang image yang terlanjur hadir seiring dengan khadiran para bintang film tersebut. Kita tak bisa lagi bersembunyi di balik retorika sebagai negeri dengan populasi Muslim terbesar di dunia, retorika tentang negeri yang berbudaya dan paling banyak jumlah haji dan ulamanya. Kehadiran para bintang itu justru menunjukkan sisi lain bangsa kita. Memang banyak orang alim, namun banyak pula mereka yang di kutub seberang, mereka yang justru menyukai tontonan sejenis dan membanjiri bioskop. Mereka-mereka yang membuat kita harus mempertanyakan ulang seberapa kuat karakter bangsa kita sebagai bangsa yang berbudaya.

Sora Aoi
Kedua, kehadiran bintang porno tersebut menunjukkan pasar yang amat besar pada penonton film genre horror sensual di negeri ini. Kehadiran bintang porno tersebut menunjukkan bahwa yang sebenarnya diincar sebagai pasar adalah generasi muda yang melek internet dan terbiasa mengunduh video para artis tersebut. Mereka juga terbiasa mengakses jenis-jenis film porno bajakan yang mudah ditemukan di kawasan Glodok, Jakarta, dan kemudian menyebar ke banyak kota di Tanah Air. Selain faktor pasar, kehadiran bintang tersebut menunjukkan tingginya persaingan dalam dunia film nasional membuat rumah-rumah produksi memutar otak bagaimana filmnya laris di pasaran tanpa memerhatikan pesan moral atau nilai dalam film itu. Segala cara ditempuh demi membuka ceruk pasar. 

Ketiga, kehadiran Sora Aoi dkk memancing atensi yang berkembang serupa bola salju. Para produser bisa saja berlindung di balik pernyataan bahwa film yang dibintangi bintang tersebut bukan jenis film porno melainkan horor, namun tetap saja tidak bisa menahan image yang tumbuh dan bersarang di benak setiap orang bahwa yang dipamerkan dalam film itu adalah sensualitas semata. Para bintang itu tidak membintangi film porno di sini, tapi keingintahuan tentang bintang tersebut tumbuh bak jamur di dunia maya sehingga video mereka laris manis diunduh anak bangsa. Untuk menguji hal ini tidak seberapa sukar. Kita bisa mengeceknya dari seberapa banyak video yang diunduh di berbagai situs seiring dengan kehadiran mereka. Tampaknya, agen dan produser sama-sama paham bahwa kedatangan artis itu telah memicu rasa penasaran yang kemudian berujung pada larisnya video mereka diunduh yang kemudian memperbanyak kas masuk kocek. Inilah paradoksnya negeri  kita.

Khusus untuk film yang ada Sasha Grey, genre-nya adalah horor-komedi. Walaupun seperti dalam trailer-nya --yang sudah bisa disimak di sejumlah bioskop-- beberapa waktu terakhir, jelas terlihat jika adegan erotis yang sengaja ditampilkan dari sang aktris asing. Dan di dalam gedung bioskop, hanya dari trailer itu saja, sudah langsung bisa terlihat senyum simpul maupun suara siulan sejumlah penonton. Sebagaimana ditulis situs CNBC, Grey masuk dalam "12 Bintang Pornografi Terpopuler" di tahun 2011. Meski sang artis resmi mengaku mengundurkan diri dari film porno pada 8 April 2011 lalu (informasi melalui Facebook pribadinya), kiprahnya di film-film 'biasa' ke depan diyakini masih akan identik dengan 'peran' lamanya. Selain itu, produksi kompilasi film-film porno lama yang dibintangi Grey pun, dipastikan masih akan berlanjut.

Sora Aoi
Ketiga, film yang mereka bintangi serupa ibarat display atau ruang untuk memamerkan artis tersebut. Di balik itu kita tak pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi. Entah benar apa tidak, menurut info sejumlah orang, kehadiran bintang porno itu tujuannya bukan sekadar membintangi film, melainkan untuk memperlebar pundi-pundi keuangan melalui interaksi dengan sejumlah pengusaha kakap. Memang ini agak spekulatif, namun siapapun tak menanmpik fakta bahwa di negeri ini terdapat begitu banyak orang yang melihat seks sebagai petualangan yang mendebarkan. Para bintang itu membangkitkan sensasi banyak orang untuk berpetualang sehingga merogoh kocek dalam-dalam. Makanya, tidak salah jika banyak yang mengatakan bahwa kehadiran mereka di film horror, hanyalah display dari praktik esek-esek yang kian subur di negeri ini.

Hipotesis tentang kehadiran mereka sebagai display kian menarik jika diajukan pertanyaan berapakah para artis itu dibayar? Sejauh ini tak ada informasi yang jelas. Produser Ody Mulya dari Maxima Pictures belum memberikan informasi yang jelas. Ia merahasiakan berapa biaya yang dikeluarkan untuk mendatangkan Sora Aoi. Sebelumnya, Ody juga sukses mendatangkan Miyabi untuk membintang satu film di Indonesia. Senda dengan Ody, produser KK Dheraj dari K2K Production – yang mendatangkan Sasha Grey – juga menolak menyebutkan biaya yang dikeluarkannya.  Produser yang juga pernah melibatkan bintang porno AS lainnya, Terra Patrick, dalam film Rintihan Kuntilanak Perawan, mengatakan butuh waktu sembilan bulan dan kocek yang lumayan besar bagi Dheraj untuk mendatangkan Grey ke Indonesia. "Saya sudah negosiasi selama sembilan bulan. Akhirnya dia mau, dan biayanya ya lumayanlah (tinggi) dari film saya sebelumnya," kata Dheraj bangga.

Sasha Grey, bintang Pocong Mati Goyang Perawan
Keempat, fenomena ini menjelaskan bahwa pemerintah kita tidak punya konsep jelas tentang hal-hal mana saja yang bisa merusak kepribadian generasi muda dan msyarakat. Pemerintah tak punya konsep untuk membumikan term kepribadian nasional dalam berbagai produk seni dan kebudayaan. Pada zaman Sukarno, terdapat sensor yang ketat pda berbagai produk budaya yang dianggap tidak sesuai dengan kepribadian bangsa. Meskipun saat itu banyak ditentang, namun Sukarno punya visi yang jelas serta alas an rasional bahwa Negara berkewajiban untuk memberikan pencerdasan kepada rakyatnya, termasuk menyeleksi mana produk budaya yang sesuai dengan kepribadian bangsa ataukah tidak.

Sejauh ini, harapan hanya bisa ditujukan ke Kementrian Budaya dan pariwisata. Namun, lembaga yang dipimpin Jero Wacik itu justru tak bisa melarang keterlibatan bintang porno tersebut. "Saya tidak bisa melarang, kalau saya pribadi saya pasti hajar. Kalau saya larang nanti dituntut karena ini eranya demokrasi," kilahnya sebagaimana pernah dicatat Kompas.com, setahun lalu. 

apakah kita bangsa yang berbudaya?
Masalahnya adalah pemerintah hanya memiliki instrument Badan Sensor Film untuk menyensor gambar atau adegan film yang dianggap porno dan merusak. Itupun kriterianya bisa diperdebatkan. "Bagaimanapun ini era demokrasi, ada aturannya, kalau dia memenuhi maka jadi film, masuk sensor. Kalau tegas saya bisa tegas, tapi saya tidak punya otoritas itu. Tapi ada ringnya di LSF," ucap Jero. Ia juga mengingatkan kembali fungsi LSF yang dipimpin Muchlis Paeni tersebut. "Lembaga sensor tujuannya untuk menyaring. Tentu kekuatan Lembaga Sensor itu terbatas, kita akan perkuat dengan undang-undang, mungkin nanti Lembaga Sensor akan berubah menjadi Badan Sensor," jabarnya.

Jika demikian halnya, maka bersiap-siaplah untuk melihat bioskop kita dipenuhi bintang porno dari berbagai negara. Bersiaplah kita menyaksikan generasi muda kita yang dipenuhi sensasi kecantikan seorang bintang porno, kemudian mengunduhnya secara diam-diam di internet tanpa sepengetahuan kita sendiri. Bersiap-siaplah menyaksikan generasi muda kita mempraktikkan seks bebas sebagai buah dari pengalamannya menyaksikan gambar porno. Bersiaplah kita hidup di negeri yang bioskopnya penuh bintang porno manca negara. Duh!


Jakarta, 2 Mei 2011
Selamat Hari Pendidikan Nasional


1 komentar:

Meike Lusye Karolus mengatakan...

film horor kayaknya kedok deh untuk menyembunyikan film esek-esek, kak...^^

Posting Komentar