AVATAR: The Legend of Aang


AKU tergila-gila menyaksikan serial Avatar: The Legend of Aang. Terasa ada kerinduan dahsyat yang termanifes dan bersemayam pada diri seorang anak berkepala botak dengan baju rahib seperti biksu Tibet. Anak usia 12 tahun itu terlahir sebagai Avatar, sosok pembebas yang akan memburai perut penindasan sekaligus menjadi messiah (juru selamat) atas segala rupa kekacauan di bumi.

Sebelumnya, anak kecil bernama Aang terperangkap dalam sebuah bola es yang membeku di kutub selatan hingga 100 tahun. Anak itu seakan kaku dan tidak bergerak, hingga akhirnya ditemukan dua penjelajah suku air (water tribe) yaitu Katara dan Soka. Katara, perempuan pemberani tersentak ketika bongkahan es yang ditemukannya perlahan mencair sehingga sang anak keluar dari es dalam keadaan bugar. Anak dengan kepala licin dengan baju rahib seperti biksu Tibet, adalah generasi terakhir dari para pengendali udara yang nyaris musnah dibantai oleh bangsa Api. Anak yang kocak dan kadang tampak bodoh itu menyimpan kekuatan tersembunyi yang sanggup menggetarkan semesta. Sebab ia adalah sang terpilih, sang Avatar!

Ini adalah kisah tentang empat unsur semesta yang menjadi dasar dari lahirnya bangsa-bangsa dan suku. Peradaban manusia terbagi-bagi menjadi empat bangsa, Suku Air (Water Tribe), Kerajaan Tanah (Earth Kingdom), Pengembara Udara (Air Nomads), dan Negara Api (Fire Nation). Dalam setiap bangsa ada orang-orang yang dipanggil "Bender" (Pembengkok, atau dalam hal ini pengendali) yang memiliki kemampuan mengendalikan unsur alam sesuai bangsa mereka. Seni mengendalikan unsur alam ini merupakan perpaduan gaya seni beladiri dan sihir unsur alam. Dalam setiap generasi, ada seseorang yang mampu mengendalikan setiap unsur, ialah yang dipanggil sebagai Avatar, roh dari planet yang menitis dalam bentuk manusia. Ketika seorang Avatar meninggal dunia, dia akan terlahir kembali di bangsa yang gilirannya selalu bergantian sesuai dengan siklus Avatar (Avatar Cycle).

Stop! Cukup sampai sini. Aku tak akan berpanjang-panjang menjelaskan secara detail isi serial yang mengasyikkan ini. Aku tuntas menyaksikan seluruh serial ini berkat DVD bajakan yang banyak beredar di Jalan Margonda, Depok. Bagiku, film ini tidak sekadar kisah fiksi yang meninggalkan sebaris kesan mengharu-biru, melainkan sebuah risalah filsafat yang penuh dengan pergulatan ide atau gagasan. Realitas sosiologis Avatar adalah risalah filsafat Democritus yang menyebutkan bahwa alam semesta tersusun atas empat unsur utama yaitu api, air, tanah, dan udara. Keempat unsur ini menjadi partikel yang menyusun atom bernama semesta. Gejala konflik dan resistensi di antara unsur-unsur ini menjadi dinamika yang menjaga keseimbangan alam sekaligus harmoni semesta. Tak ada realitas atau unsur yang buruk, sebab semua menyandang takdir berbeda dan saling menyeimbangkan sesuai dengan garis edar atau ziarah masing-masing unsur.

Namun, tesis yang justru paling menghentak dan menjadi ruh film ini adalah pandangan akan hadirnya sosok pembebas atau lazim di sebut messianisme. Serial ini seakan menganfirmasi pandangan dari sejumlah filsuf maupun agamawan yang hingga kini masih meyakini kelak akan hadir seorang pembebas sebagaimana yang dituturkan dalam berbagai kitab suci. Selama 100 tahun lenyapnya Aang, manusia menantikan sosok penyelamat yang cendekia dan menguasai empat unsur kemudian menjadi peredam atas seluruh energi kejahatan yang mencekam manusia. Bagiku, kerinduan akan sosok Avatar ini adalah sesuatu yang universal dalam sejarah peradaban manusia. Aku berkeyakinan kisah ini hanyalah sebuah pintu masuk untuk mengungkapkan keyakinan purba yang termanifes dalam diri setiap orang dengan konsep serta kategori berbeda-beda. Artinya, konsep Avatar juga muncul di hampir semua peradaban dan kebudayaan manusia sebagai bentuk kerinduan akan hadirnya sosok manusia sempurna yang kelak akan menghancurkan ketidakadilan, menjaga nilai, serta memperkuat moralitas serta tatanan peradaban yang lestari.

Konsep Avatar

Istilah Avatar berasal dari bahsa Sansekerta yang berarti “turun.“ Dalam ajaran Hindu, Avatar adalah keturunan dewa yang turun ke bumi dan berwujud manusia. Titisan Dewa ini mengemban tugas untuk menegakkan kalimat kebenaran dan menjadi medium penghancur kejahatan. Itu bisa dilihat pada sosok seperti Krisna, Rama, dan Buddha. Konsep Avatar hampir sama dengan konsep dalam Kristen yaitu inkarnasi. Hanya saja, ada dua perbedaan mendasar. Pertama, seorang Dewa dalam Hindu bisa melakukan reinkarnasi pada banyak tempat di saat yang sama melalui Avatar sebagian (amshas). Artinya, wujud utama Avatar bisa memencar menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dan menempati wadah berbeda. Kedua, Avatar tidak terlibat secara utuh di dalam penderitaan manusia atau kehilangan pengetahuan dan kuasa Ketuhanan. Dewa Wisnu sangat masyhur dalam wujud beberapa Avatarnya termasuk Krishna, Rama, dan Buddha. Demikian pula dengan beberapa dewa lain termasuk Siwa, juga memiliki Avatar.

Dalam keyakinan Kristen, konsep “Avatar” adalah konsep messiah. Kata messiah kerap dimaknai sebagai Kristus atau penyelamat. Nama ini dilekatkan pada belakang nama Yesus sehingga menjadi Yesus Kristus atau Yesus Sang Penyelamat. Kitab Perjanjian Lama (The Old Testament) banyak mengisahkan ini (lihat Isaiah 53).

Sejatinya, kata messiah berasal dari bahasa Yahudi bermakna yang terpilih. Istilah ini dinisbahkan pada idelisasi pemerintahan Raja David (Daud) serta risalah kenabian Musa. Konsep ini meyakini bahwa hadirnya Musa adalah yang terpilih serta telah lama menjadi penantian bangsa Yahudi. Hingga kini, bangsa Yahudi masih meyakini akan hadirnya kembali Musa yang menegakkan ajaran, memperkukuh 10 perintah Tuhan (Ten Commandement).

Islam juga mengenal keyakinan tentang “Avatar” atau “Messiah” ini. Keyakinan itu termanifestasi dalam sosok Imam Mahdi yang digaibkan dan kelak akan hadir dalam satu setting sosial yang kian amburadul hingga terjadi dekadensi berupa pembalikan situasi di mana yang benar akan di salahkan, sedang yang salah akan dibenarkan. Meskipun konsep ini dianggap hanya subur di kalangan kaum syiah, namun menarik untuk ditelusuri asal-muasal konsep ini yang sesungguhnya berakar pada tradisi Islam. Dalam keyakinan kaum Syiah, Imam Mahdi adalah keturunan ke-12 dari Rasulullah melalui garis keturunan Imam Ali bin Abi Thalib kw yang digaibkan sebab friksi serta eskalasi konflik antar umat kian mengental. Imam Mahdi akan hadir kembali pada satu momentum zaman di mana kemunkaran dan kebobrokan menemui titik paling puncak dalam peradaban manusia. Saat inilah, Mahdi akan hadir dan mempertegas kebenaran.

Konsep messiah ini tidak hanya ada dalam tradisi religius, melainkan juga muncul di berbagai kebudayaan. Orang Jawa hingga kini masih meyakini akan adanya Ratu Adil yang kelak akan membawa Jawa ke era Gemah Ripah Loh Jinawi. Dalam studi Sartono Kartodirdjo, keyakinan ini justru menjadi api yang membakar semangat perlawanan orang Jawa untuk menentang ketidakadilan. Keyakinan akan Ratu Adil ini juga termanifestasi dalam mitos “Notonagoro” yang dianggap sebagai siklus kepemimpinan yang akan berpusar dan membawa bangsa Indonesia pada kesejahteraan.

Bukan cuma Jawa. Orang Makassar juga punya konsep messiah. Mereka menyebutnya “Tolo”. Kalau suatu saat ke Makassar, akan ….

BELUM SELESAI


1 komentar:

Anonim mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

Posting Komentar